“Kita nikah yuk!”
Waktu pak suami melontarkan
kalimat tersebut saya Cuma diam seribu bahasa. Serius nih udah mau nikah? Serius
ini jodohnya? Banyak hal yang akhirnya menjadi bahan pertimbangan, diskusi buat
kami meski hal tersebut remeh-temeh hanya karena kami ingin bisa berumah tangga
dengan lebih baik bahkan jauh lebih baik dari kedua orangtua kami.
Ketika memutuskan berumah tangga banyak
hal yang kami diskusikan bahkan sampai sekarang masih jadi bahan diskusi dan
review kami yaitu tentang berbagi peran. Baik itu peran dalam keluarga,
pekerjaan rumah tangga, dan pengasuhan. Kamis ini, Silva ngajakin saya untuk
nulis seputar pengalaman berbagi peran dalam rumah tangga.
Saya termasuk tipe yang go with the flow untuk urusan keuangan
keluarga. Borosnya setengah mati. Lain dengan suami yang tipe mikirnya
panjaaang sampai kedepan. Bahkan dia memikirkan bagaimana kondisi saat dia
dipanggil yang maha kuasa, saya sebagai istrinya harus berbuat apa. Begitulah
pernikahan, saling mengisi bukan?
Hal-hal kecil bahkan gak luput
dari pemikirannya, alhamdulillah Allah kasih jodoh saya seperti itu. Walaupun
awalnya saya merasa dia orang yang paling ribet sedunia tapi keribetannya
membawa manfaat buat keluarga kecil yang sedang ia bangun bersama saya.
Dalam hal karir, saya memutuskan
untuk melambatkan karir, biarlah saya tetap seperti ini saja, gak ngoyo yang
penting roda perekonomian rumah tangga kami bisa tetap berputar. Lain halnya
dengan suami, ia saya “paksa” untuk terus berlari dan mengembangkan diri. Saya
gak pernah bosan untuk mengingatkan agar ia menempuh studi profesi kembali. Ya
semua itu juga kan demi keluarga kecil kami. Saya percaya tidak bisa dua-duanya
berlari, harus ada salah satu yang melaju pelan dan saya memilih melaju pelan
dan melambatkan karir sembari terus mengejar mimpi-mimpi saya. Meski yang saya
lihat ia santai tapi dari rencana-rencananya saya yakin ia dapat mengejar itu
semua.
Saya berpikir ketika ia kelak
berhasil menggapai semua rencana dan mimpinya bukankah itu juga keberhasilan
saya sebagai istri?
Begitu juga urusan domestik rumah
tangga, anggapan kalau laki-laki hanya bertugas mencari nafkah dan istri bagian
di dapur terpatahkan. Dari awal menikah saya sudah mengajukan proposal
pekerjaan rumah tangga yang harus ia lakukan dan kami berkomitmen untuk saling
bantu. “Pokoknya kalau punya anak, bikinnya berdua ngurusnya juga berdua”, kata
saya. Suami gak segan membantu saya
untuk urusan domestik rumah tangga, ia membantu saya mencuci piring, mencuci baju, setrika
baju (walau lamaaa banget nyetrikanya), ngosek kamar mandi, dan sekarang saya
meminta kalau weekend, dia yang memandikan Arsyad agar bondingnya dengan anak
semakin kuat.
Intinya mengenai berbagi peran
ini adalah ikhlas, komunikasi, dan komitmen. Karena kami sadar membagi waktu
dan konsentrasi untuk bekerja sekaligus mengurus anak dan segala domestik rumah
tangga bukan hal yang mudah. Jadi memang tiap pasangan dituntut untuk saling mengisi,
bekerjasama, dan kompak.
Hai mba. Alhamdulillah pembagian peran aku dan suami berjalan lancar dan saling mendukung :)
ReplyDeleteHai Mbak ayu, salam kenal :)
ReplyDeleteBener banget mba pekerjaan domestic skrg mah dikerjain berdua he he..kalo masih ada yg mikir itu cuman kerjaan emak2 itu kayanya kuno banget ya hehee. Anyway, mampir ya ke blog saya ;)