“Nanti kalau sudah nikah mama gak mau dititipin anak kamu ya..”
Daaan saya menikah lalu
berubahlah “ udah gak usah pake pembantu,
sini titipin mama aja! Kamu juga tinggal disini”
JEEENG JEEEENG
Siapa yang punya pengalaman yang
sama? Saya sama suami masih tinggal numpang di rumah orangtua. Baik di rumah
mertua atau rumah mama saya. Jadi kami masih nomaden, bolak-balik kesana kemari
demi jatah dengan cucu dapat terbagi dengan adil.
Suka duka tinggal bersama
orangtua itu sungguh luar biasa apalagi masalah pola asuh anak. Lain cerita
dengan Silva yang sudah tinggal sendiri dan menggunakan jasa pengasuh. Dia
lebih banyak bersebrangan dengan pengasuhnya. Nah saya sama Silva mau kasih
sudut pandang yang berbeda kali ini.
Masing-masing orang tua punya
cara yang berbeda tentang pola asuh terhadap anaknya, pastinya hal ini untuk
kebaikan anak. Nah tinggal bersama orang tua, seringnya ada beberapa hal yang
gak sejalan. Biasanya para eyang ini seringkali longgar dalam disiplin dan
aturan, lebih tepatnya sih nggak tegaan sama cucunya. Awalnya sempet kepikiran
pengen deh resign aja dari kerjaan lalu tagihan cicilan datang dan GAGAL
RESIGN. HAHAHAHAHA, papa mertua saya juga menganjurkan saya tetap bekerja,
mungkin hal ini agar meminimalisir intrik yang akan terjadi bilamana saya ada
di rumah dan tinggal bersama mertua.
Pengalaman yang sudah saya alami
ketika Arsyad lari-larian lalu terjatuh, eyangnya sempat mau memukul lantai dengan
sigap saya mengcounter dengan mengatakan “mah, gak perlu memukul lantai. Arsyad
yang kurang hati-hati.” Nah di lain waktu saya jelaskan kalau hal tersebut
mengajarkan anak untuk tidak mengoreksi diri dan menyalahkan keadaan. Responnya?
Awalnya denial tapi lama-lama akhirnya saya bisa satu frekuensi sama beliau.
Hal lainnya adalah
JANGAN LARI-LARIAN
JANGAN MANJAT
JANGAN DIBERANTAKIN PANCI EYANG
DAN JANGAN-JANGAN LAINNYA
Atau
AWAS KEJEDOT
AWAS JATOOOH!
AWAS ADA ANJING GALAK *eeeh gak
deng yang ini :p
Hal ini bisa memperlambat proses
ekplorasi Arsyad tentunya, buat saya selagi hal yang dilakukan Arsyad tidak
berbahaya ya silahkan saja. Asal kita yang dewasa ikut mengawasinya saat
bermain. Sayapun juga menjelaskan hal ini ke mama saya atau mertua saya. Kalau
mertua untuk urusan berantakan is oke sih, rumah bebas mau berantakan kayak apa
asal anaknya ya main dalam rumah. Tapi tidak dengan mama saya. Pernah suatu
hari mama saya sampai kesal dan saya lihat mulai senewen lihat cucunya kayak
gasing lari kesana kemari. Spontan suami saya bilang “ biarin aja mah, nanti
mama stress sendiri loh kalau terlalu overprotect seperti itu” makin kesini
mama saya ya mencoba semakin woles sama tingkahnya Arsyad.
Saya juga KZL banget kalau melarang
dengan menakut-nakuti sesuatu seperti
JANGAN KESANA NANTI DIGIGIT KECOA
(PADAHAL KECOANYA GAK ADA) itu kan sama saja mengajarkan anak berbohong dan
membatasi keberanian si anak. HEUUU PUHLIS EYANG - -“
Arsyad sekarang lagi fasenya
teriak-teriak, marah dengan melempar sesuatu, dan memukul. Duuh nyebelin deh
kalau dilihat. Biasanya hal itu terjadi kalau minta sesuatu kayak dia minta
main Handphone terus gak saya kasih dan biasanya dia akan teriak-teriak dan
melempar barang yang ada disekitarnya. Lalu datanglah pahlawan bertopeng alias
eyang/mbah. Dengan gampangnya dikasihlah itu Handphone.
“udah kasih aja, nih syad
sebentar aja ya mainnya..”
Lalu dengan muka kemenangan dia
menoleh kearah saya. - -“
Apa yang dipelajari si anak?
“bunda gak asik”
“kalau aku mau sesuatu aku lari
ke eyang aja..”
“kalau bunda nggak ngebolehin
aku, aku teriak aja terus nanti eyang dateng dan ngebolehin”
Disini terlihat anak jadi tidak
punya pegangan, bingung karena orang-orang disekitarnya tidak konsisten dengan
aturannya. Akibatnya anak tidak bisa kita “kuasai” dan orangtua akhirnya gak
punya otoritas untuk mengendalikannya, saya takut jadi tidak bisa mengarahkan
ke perilaku positif.
Hal ini gak bisa dibiarkan terus
menerus, dalam satu rumah harus punya aturan yang sama, harus satu frekuensi.
Maka hal yang perlu dilakukan adalah
- Satukan Visi dan misi serta konsistensi dengan suami
Konsisten dengan
rules yang akan dibuat penting banget. Diskusi dulu kesepakatan bersama apa
yang akan dibuat, satukan visi dan misi, serta harus konsisten. Ketika Ibu
mengatakan TIDAK, ya ayah juga harus TIDAK. Kalau ga ya anak jadi bingung dan gak percaya sama
kita.
- Bangun Komunikasi yang Intens dengan para eyang
Komunikasikan
dengan para eyang tentang apa yang kita mau. Saya selalu bilang ke mama saya “ma,
tolong bantu ya ma supaya Arsyad jadi anak yang baik” yup dengan kata tolong,
terima kasih itu sangat berarti banget buat para eyang. Lalu komunikasikan apa
yang menjadi “rules” untuk anak-anak kita. Apa yang boleh dan apa yang TIDAK
boleh semua harus dikomunikasikan. Beri pengertian pelan-pelan, karena seperti
yang kita ketahui umumnya para eyang ini sensitif dan kalau kalimat sakti
mandraguna “dulu mama gak begitu, dulu mama begini, dulu mama begitu,
dulu..dulu..dan duluuu” kelar syuuudaaah. Coba beri pengertian pelan-pelan kalau
kita sudah berkeluarga dan punya aturan sendiri dalam keluarga kita dan kita
harap eyang mengerti ini semua. Terus jelasin juga bahwa apa yang akan kita
terapkan ke anak kita dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak kita. Sekali lagi
eyang lebih sayang cucunya ketimbang anaknya, jadi mereka mengerti kok dengan
apa yang kita mau.
- Libatkan para eyang dan tanyakan pendapatnya
Ketika kita
bermain dengan anak, ajak eyang ikut terlibat karena secara harafiah eyang
sangat ingin dilibatkan dalam membesarkan cucunya ini. Eyang sayang banget sama
cucunya ini melebihi sayang ke anaknya. Jadi libatkan saja, kalau ditengah
jalan ada sesuatu yang gak sejalan, diskusikan saat suasana hati sedang happy
riang gembira, ingat jangan berdebat di depan anak karena anak akan mencontoh
apa yang orangtua lakukan. “mah tadi kayaknya perlu begini deh mah, karena
kalau begitu nanti arsyad gak belajar mandiri endebre endebre. Menurut mama
gimana?” nah ini jadi bahan diskusi kan? Jadi ditiap diskusi tetep usaha jalan
terooos dengan menyelipkan rules yang akan diterapkan.
Intinya sih buat anak lebih
percaya kepada orangtua daripada siapapun. Walau pada kenyataanya lebih capek
nenangin eyang atau mbahnya daripada nenangin Arsyad. Percaya deh usaha gak
akan pernah mengkhianati hasil. Beri contoh kalau kita memang benar-benar
konsisten atas apa yang telah kita sepakati bersama. Kalau kata mba Yulia dari
keluarga kita penting banget dalam suatu keluarga punya kesepakatan bersama,
kalau perlu dibuat secara tertulis (next akan saya bahas deh masalah ini).
Overall dengan
segala kekurangan dan kelebihan para eyang ini bisa jadi bahan intropeksi diri
saya kedepannya. Nanti kalau anak-anak sudah berumah tangga saya masih mau
terus belajar parenting agar saya bisa jadi teman diskusi yang kece dan selalu
pasti ada hal yang perlu disyukuri karena para eyang mendukung ASI eksklusif
saya dan MPASI yang tepat pada waktunya.
LAFYUUUUU MAMS
AMAH APAH :*
sama persis dengan yang saya alami mbak, salah satu kekurangan jika anak bersama eyangnya adalah njomplang di pola asuh, tapi pelan-pelan sekarang sudah mulai bisa mengerti sih eyangnya
ReplyDeletePasti awalnya susah nyatuin frekuensi ya Mbak. Emang sih biasanya nenek kakek itu lebih lembut, serba ngebolehin, beda lah sama orangtua yang tegas. Tapi kalo ada komunikasi yang baik antara kakek nenek dan orangtua kayaknya juga gak mustahil pola pengasuhan jadi 1 frekuensi. Malah bisa saling melengkapi. Kasih sayang buat anak jadi double. :)
ReplyDeletehuhuhu...gak kebayang kalo kejadian di aku alias sejak punya anak kudu tinggal serumah sama ortu. Soalnya bapak ibuku panikan orangnya, dan heboh banget kalo ada apa-apa dikiit aja sama cucunya. Jadi karena udah tau karakter ortuku (sebelum nikah aku udah perhatiin treatment beliau-beliau ini terhadap ponakanku/anak kakak yg tinggal serumah dengan mereka)...jadilah dari mulai menikah sampai punya anak sampai sekarang, blas gak pernah serumah sama ortu. Ngontrak gpp deh yang penting bisa menghindari konflik yg bakalan sering terjadi akibat beda pola asuh ke anak. Aku+suami orangnya milih menghindari konflik dan kayaknya emang tipe susah nyatuin frekuensi sama ortu mbak, makanya milih hidup terpisah. Walah maafin jadi panjang inih curcolnya.
ReplyDeleteKalau dengan ibu sendiri mungkin masih lebih mudah ya, mba. Yg agak sulit itu dengan ibu mertua. Kedua masalah ini teman2 saya juga banyak cerita. Pernah dia bilang ke ibu mertua, "Dede jangan dikasih pisang dulu. Belum 6 bulan." Mertuanya langsung nggak mau bantu urus anak lagi :D
ReplyDeleteKakek nenk emang lbh sayang cucu ketimbang anak ya mbak, hehe bener yg penting dikomunikasikan aja kita maunya gmn ttg pola asuh TFS
ReplyDeleteHai mba salam kenal. Suka banget kalau eyang mendukung pemberian ASI. Smoga lancar ya ASI-nya, mba :)
ReplyDelete