Sejak menyandang peran sebagai
Ibu rasanya diri ini tak pernah puas untuk menggali informasi mengenai
pengasuhan atau parenting. Apalagi dulu saya pernah mengalami baby blues yang
cukup mengkhawatirkan dan merasa tertekan dengan peran baru saya tersebut. Saya
seperti memakai topeng untuk menutupi segala kegelisahan saya, panik, cemas
manakala saya tidak bisa menjadi Ibu yang sempurna untuk keluarga (padahal pada
kenyataanya gak harus sempurna juga kan?). Ada rasa takut yang menghantui diri
saya kalau-kalau saya salah mengasuh Arsyad. Bingung bagaimana mengatur waktu
agar hubungan dengan suami tetap hangat, bagaimana berdamai dengan mertua yang
seatap, bagaimana saya mengelola emosi saya ketika ada intervensi dari pihak
orangtua dan mertua tentang pola pengasuhan saya dan suami.
Gak mudah rasanya untuk Ibu baru
macam saya menghadapi itu semua, sampai sekitar April 2016 ka Arninta posting
informasi kelas Rangkul dari Keluarga Kita dan materi yang dibahas ngena banget
untuk saya, hubungan reflektif. Mumpung Arsyad belum setahun, gak ada kata
terlambat kan memperbaiki pola pengasuhan yang belum “pas” saya terapkan ke
Arsyad.
Dalam sesi bicara rangkul waktu
itu membahas bagaimana menghadapi perbedaan pola asuh, bagaimana mengelola
emosi dalam hubungan, bagaimana menerapkan i-message agar komunikasi lebih
efektif lagi ke suami. Yang saya suka dari kelas ini kita gak hanya lihat pembicara
memberikan materi parenting tapi kita sebagai peserta ikutan sharing. Jadi ada
feedbacknya dan pengalaman yang dibagikan sama peserta lainnya itu juga berarti
banget buat saya. Sampai pada akhirnya saya ikutan tiga kelas kurikulum yang
diadakan oleh Keluarga Kita dan akhirnya ikutan nyemplung jadi relawan keluarga
kita.
Keluarga Kita buat saya adalah
salah satu support system dalam hidup saya, dari sana saya banyak belajar. Senang
rasanya bertemu dengan ibu Najeela Shihab, mba Yulia, mba Andin, mba Gita, dan
tim Keluarga Kita lainnya.
Saya ingat betul apa yang
dikatakan oleh bu Elaa
“Parenting is not personal, the way we raise our children will affect the society”
Ya Arsyad akan tumbuh besar,
menjadi kepala keluarga nantinya dan saya harus mempersiapkan dia menjadi
kepala keluarga yang terbaik untuk keluarga kecilnya kelak dan pola pengasuhan
yang saya terapkan ke Arsyad pasti akan berpengaruh dalam rumah tangganya. Gak
hanya itu kelak ia juga akan berkontribusi untuk masyarakat sekitar dan
lagi-lagi pola pengasuhan berperan dalam perkembangan diri Arsyad.
Duuh..mikirnya jauh banget yaa? Tapi
coba diresapi deh itu tuh betul banget. Karena saya punya “hate relationship”
sama almarhum papa saya, suami juga dari keluarga broken home. Jadi saya dan
suami benar-benar berjuang agar kehidupan kami lebih baik dari orangtua kami.
Kami mencoba berdamai dengan masa lalu yang kami lewati. Kami sudah ikhlas.
Sekarang yang kami pikirkan adalah bagaimana membesarkan Arsyad dengan baik.
Keluarga Kita mempunyai lima
prinsip pengasuhan yang dipilih berdasarkan pengalaman, data, dan riset. Apa
sih lima prinsip pengasuhannya? Jawabannya adalah CINTA.
C- Cari Cara
Parenting is a marathon, aim for
the future. Keluarga Kita mencintai dengan CARI CARA sepanjang masa. Tantangan
yang kita hadapi ditiap tahap perkembangan itu berbeda dan kita hadapi dengan
strategi yang berbeda melalui berbagai cara. Apa yang kita terapkan saat ini
tentunya gak akan langsung terlihat hasilnya dalam 1 atau 2 minggu tapi
tujuannya jangka panjang. Tidak boleh menyerah untuk hasil yang terbaik dengan
mencari cara.
I – Ingat Impian Tinggi
Expecting the best of them, take
a leap of faith. Keluarga Kita mencintai dengan Ingat Impian Tinggi. Sayangnya
sebagian kita hanya sibuk dengan ambisi pribadi dan sederet tuntutan yang ingin
kita dapat. Orangtua seharusnya percaya anaknya bisa melakukan sesuatu yang
baik sebelum anak membuktikannya. Memiliki aspirasi yang tinggi pada anak dan
percaya bahwa anak memiliki kecendrungan positif dalam dirinya.
N – MeNerima Tanpa Drama
Loving the worst of them,
unconditionally. Keluarga Kita mencintai dengan meNerima tanpa drama. Sebagai
orangtua cinta kita diuji saat anak mengalami kegagalan, tekanan emosi,
tantangan yang sulit ia lalui, disinilah peran cinta orangtua seharusnya
menonjol lebih besar dengan mengendalikan amarah, lalu terus memberikan mendukung,
dan terus memahami kebutuhan anak tanpa syarat.
T – Tidak Takut Salah
Parenting is for growing,
mistakes are for learning. Keluarga kita mencintai dengan Tidak Takut Salah.
Saya selalu ingat kata-kata bu Elaa “anak tidak butuh orangtua yang sempurna,
tapi anak butuh orangtua yang mau terus belajar bersama-sama”. Anak tidak bisa
memilih mau lahir dari orangtua mana begitupun sebaliknya. Terus belajar dan
tidak takut salah, karena kesempatan kedua tidak pernah sia-sia.
A – Asyik Main Bersama
Parenting is fun, plays are
powerful moments. Keluarga Kita mencintai dengan Asyik Main Bersama. Interaksi
yang hangat antar anggota keluarga itu candu. Kita wajib hadir dengan sepenuh
hati dan sepenuh tubuh.
Kelima prinsip ini melahirkan
tiga kurikulum yang saling melengkapi dalam Keluarga Kita.
Hubungan Reflektif – Berbicara seputar
membangun hubungan yang baik sebagai orangtua, mengenali emosi, sebagai
keluarga besar, hidup dan tumbuh bersama orang di sekitar.
Disiplin Positif – Tentang
penumbuhan disiplin, karakter, kemandirian, tanggung jawab, integritas, dunia
digital, pola makan, pendidikan seksualitas.
Belajar Efektif – Tentang
mengembangkan kemampuan anak terampil di dunia akademis dan non-akademis
sebagai bekal untuk dirinya hidup dan berprestasi.
Kalau ada yang mau tahu lebih
dalam lagi tentang materi kelas kurikulum Keluarga Kita silahkan follow akun
instagramnya @keluargakitaid. 4 Maret 2016 nanti tim rangkul Jakarta Timur dan
Jakarta Utara akan mengadakan sesi bicara rangkul hubungan reflektif dan
istimewanya kelas ini diperuntukkan untuk para bapak/ayah, karena pengasuhan
bukan hanya tanggung jawab Ibu.
Perubahan apa yang saya dapat
setelah nyemplung kelas kurikulum, kelas rangkul, dan menjadi relawan keluarga
kita? BANYAAAK. Yang jelas saya dan suami jadi semangat bahwa kami gak sendiri,
banyak keluarga lain yang sama-sama berjuang seperti kami, saya bisa mengelola
emosi saya jauh lebih baik dari awal-awal pernikahan kami, hubungan dengan
mertua dan orangtua semakin intens, jauh lebih bisa mengendalikan diri ketika
menghadapi Arsyad yang tantrum, dan PR saya masih banyak. Yuk mari sama-sama
berbenah diri.
terima kasih yaa sudah mampir di blog saya!
Kalo aja aku ga harus masuk kerja sabtu ama minggu, udah dtg mba -_-. Aku pgn lbh bisa ngendaliin emosi kalo ngadepin anak. Nth kenapa, aku super sabar kalo ngadepin komplain nasabah, tp berubah seperti 'orang lain'kalo ngadepin anak yg rewel :(. Perlu nih makanya konseling2 beginI
ReplyDelete