Sejak hari dimana garis test pack
menunjukkan dua garis yang samar, perubahan besar dalam hidup saya-pun terjadi.
Selama proses kehamilan Arsyad memang sungguh menyenangkan. Saya tidak
mual-mual lebay, kuat jalan kemana-mana, dan bisa beraktifitas tanpa keluhan
sedikitpun. Arsyad lahir melalui proses gentle birth meskipun sectio. SUNGGUH BAHAGIA.
BACA PUNYA SILVA
Sebelum melahirkan saya mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya tentang bagaimana mengasuh anak, proses
melahirkan, ASI, dan lainnya. Ditambah lagi dengan gempuran social media,
postingan ASI yang berkulkas-kulkas, sharing resep MPASI homemade tiap harinya
jadi makanan sehari-hari saya dan jiwa kompetitif sebagai perempuanpun muncul. “aah
saya juga bisa kayak gitu..”. Hal tersebut membentuk pola pikir tentang
idealisme saya sebagai Ibu baru. Setidaknya saya dapat gambaran dan gak
kaget-kaget banget saat nanti menangani anak pertama, pikir saya.
Tapi realitanya setelah proses
melahirkanlah banyak drama dimulai. Mulai saya yang terserang mastitis, Arsyad
tongue tie, sampai baby blues. Ekspektasi
atau harapan-harapan saya ternyata bersebrangan dengan realitanya. Boro-boro
indah, pasca melahirkan ASI seret, anak tongue tie, dan kena baby blues. Sampai
saya tanya pada diri sendiri “weeey mana indahnya weeey... saya butuh piknik
weeey!”
Ternyata setelah melahirkan ya
memang harus realistis. Idealisme-idealisme yang terbangun dengan rentetan
teori parenting yaa disesuaikan aja sama keadaan di lapangan. Anggap saja
idealisme versi kita tersebut sebagai acuan atau pakem biar gak belok
kemana-mana. Demi kewarasan Ibu.
Walau pada akhirnya saya harus
berdamai dengan diri sendiri, menurunkan sedikit idealisme saya, dan dihadapkan
pada kenyataan seperti ini...
Arsyad harus menggunakan cup
feeder untuk minum ASIP
Iya dulu idealisme saya
mengatakan seperti itu. Pada kenyataannya ASI yang saya perah dengan penuh
perjuangan itu pas ditaro di cup feeder dan diminumin banyak yang
tumpah-tumpah. SAYA CUMA BISA NANGIS. STRES.
Dan pada akhirnya saya menyerah
pada realitanya “yaudalah pake dot aja” dan berdoa terus berdoa semoga dia gak
bingung puting. Alhamdulillah sampai dengan detik ini dia gak bingung puting sama
sekali, saya bisa tenang ninggalin dia untuk bekerja. BAHAGIA.
Arsyad harus pakai Clody, demi bumi yang tetap lestari
Idealisme saya yang lain yaitu
memakaikan clody saat ia lahir. Demi go green dan hidup hemat.
Realitanya boro-boro makein
clody, baru 40 hari saya sudah mengibarkan bendera putih. Bunda lelah
menghadapi cucian kotor naak, ditambah lagi harus berurusan sama masalah
pernenenan yang gak ada habisnya. Ya payudara bengkak, ya lecet, ya
berdarah-darah, ya demamlah. Jadi say hello to POSPAK (popok sekali pakai).
Maafkan saya bumi.
Arsyad harus makan di baby chair
Sebelum masa MPASI saya sudah
sibuk deh searching baby chair yang budgetnya bersahabat di kantong. Gak mau
beli yang mahal-mahal juga, karena dananya bisa dialokasiin ke hal yang lain.
Arsyad harus duduk di baby chair selama jam makan, tidak boleh jalan-jalan.
TITIK. RULESNYA HARUS DIJALANKAN.
Realitanya okelah dibulan pertama
makan masih di baby chair, 7 bulan, 8 bulan, 9 bulan semua berjalan mulus.
Tibalah saatnya 10 bulan dia kena GTM, biar anaknya mau makan muter otak deh.
Mulai variasi menu, bikin popsicle, sambil nonton tv semua gak mempan. Ealaaah
dibawa jalan-jalan ke lapangan depan rumah sambil liatin ayam makannya langsung
LAP LEP LAP LEP. Bhaay baby chair BHAAAAY! Menyerahlah pada keadaan
sesungguhnya. Akhirnya menurunkan sedikit idealisme “yaudalah yang penting
anaknya mau makan, berat badannya stabil..”
Langsing pasca lahiran
Ini sih masuk dalam resolusi
ditiap tahunnya. Tapi sayang resolusi hanyalah resolusi belaka. Realitanya
habis melahirkan yang katanya kalau menyusui itu cepat menurunkan berat badan,
gak berlaku di saya.
Waaah ASI saya seret. Lalu
makanlah segala jenis daun-daunan. Andai kata daun pintu bisa dimakan saat itu
juga saya makan demi ASI mengalir deras. Ternyata gak ngaruh. STRES. Lalu
larinya ke makan, makan, dan makan saya jadi happy, ASI mengalir deras. Jadi apa
booster ASI-nya? MAKAN. Dan berat badanpun tak kunjung turun hingga detik ini.
*ketawa iri liat body Silva*
Work life balance demi roda
ekonomi keluarga
Cita-citanya sih pasca melahirkan
tetap bisa mengejar karir mencari peruntungan di ladang yang lain, melanjutkan
S2. Tetap bekerja dari 9 to 5 demi membantu suami dan roda ekonomi keluarga
berjalan dengan stabil.
Realitanya adalah saya lebih
memilih melambatkan karir dan berjalan di tempat demi punya waktu yang banyak
buat Arsyad. Demi bisa menemaninya bermain. Demi ijin cuti yang gampang. Demi
bisa datang ke event blogger di saat weekdays. :p
Biarlah suami yang terus mengejar
karirnya, melaju cepat biar bisa liburan ke Maldaif! LOL! ;p
Jadi intinya punya idealisme
setinggi-tingginya idealisme tetap kita harus berdamai dengan kenyataan, karena
hidup itu harus realistis. Karena jadi oraangtua gak semudah membalikkan
telapak tangan, kadang harapan gak berjalan ber-iring-an dengan kenyataan. Setidaknya
kita sebagai ibu sudah mengusahakan dan terus berusaha untuk hal yang terbaik
versi kita sendiri. Jadi jangan sekali-kali menyalahkan diri sendiri, karena
tiap ibu sempurna dengan versinya masing-masing.
Selamat hari Ibu.terima kasih yaa sudah mampir di blog saya!
Betuuul banget...
ReplyDeleteManusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan ya...
Idealisme anak makan di high chair juga babay di Aqila nih...
aqila digendong mba siti yaaa..hehehe
DeleteSegala kenyataan it7u malah menjadi indah ya mbaa Ayu ;)
ReplyDeleteAku juga hanya pakai popok pas bepergian jauh aja, mba. Pas tidur dan di rumah nggak pakai clodi ataupun popok skali pakai. Jaman anakku kayakanya clodi belum keren :p
Mantap :D
Deleteberdamai dengan kenyataan :))
DeleteAku suka paragraf terakhir. Idealisme akhirnya harus berdamai dengan kenyataan. :) Entalah kalau aku nanti punya anak akan seperti apa. Daripada bikin timeline mimpi yang muluk, let it flow aja deh :)
ReplyDeleteteh Efi nuhun yaa sudah mampir. Iya teh go with the flow aja
DeleteLangsing setelah melahirkan itu hanya impian, bahkan sampai punya anak tiga :)
ReplyDeleteDaku udah cepat diet, nikmati sajalah :D
hahahahaha salim sama makpuh, yang penting sehat yaaa mak :p
DeleteMemang nggak semua idealisme bisa direalisasikan ya..jangan sampe memaksakan idealisme malah hidup jadi kacau hehehe semangat mom!
ReplyDeleteiyes betuuul mba! setujuuu!
DeleteNah iya bener mba. Ini salah satu bentuk berdamai dg diri sendiri. Dlu sy smpt hrs rmh yg rapiiiih bgt, masakan yg hrs lengkap bgt, sdgkan sy pny 3 org anak & tnp asisten. Akhrnya sy marah2 terus & g bgs jg ke anak2. Kemudian sy berdamai dg diri sendiri, dr yg hrs rapih bgt ke yg ptg ga kotor2 bgt, dr yg masakan hrs lengkap, yg ptg bs makan lah. Alhamdulillah jd makin senang & yg ptg anak2 ktmu ibu nya yg bahagia bkn yg slalu marah2. Semangaaat mba..
ReplyDeleteiya mbaaa berdamai dengan diri sendiri itu kuncinya
Deletesesuaikn aja wes ya mbk sama kemampuan kita, : )
ReplyDeleteiya mbaak, kadang kita terlalu sibuk lihat kanan-kiri
DeleteIya...walaupun kadang saya suka ada perasaan gagal. Seperti pas waktu anak pertama, saya nyerah juga hanya ASI 3 bulan - 6 bulan itu pun campur sama susu formula. Anak kedua lebih matang, Alhamdulillah bisa full ASI 2 tahun. Senangnya. Tapi kalau liat kakaknya kadang suka ada perasaan menyesal. Hiks. Maunya sih memang ideal.
ReplyDeleteiya mba harus berdamai dengan diri sendiri intinya dan yang perlu kita ingat kalau ibunya happy anaknyapun pasti akan jauh lebih happy
Delete